Jumat, 06 Maret 2009

MANUSIA DAN AKAL

Dalam ilmu logika-filsafat, manusia didefinisikan sebagai “Binatang Ber-Akal (Rasional)” dimana Binatang adalah golongan/genus dan rasional/akal adalah Differentia atau pembeda yang membedakan antara manusia dengan binatang lainnya. Kemungkinan besar anda pasti akan segera memprotes definisi di atas, yang menyatakan bahwa Manusia adalah merupakan golongan binatang. Saya bisa memaklumi protes anda karena tidak ada seorang manusiapun yang rela disebut binatang. Namun, yang dimaksud "Binatang" pada definisi tersebut, bukan dalam pengertian akhlak atau moral dimana dalam terminologi akhlak/moral, binatang memiliki konotasi yang negatif, yang identik dengan makhluk yang tidak bermoral atau tidak beradab. Manusia secara biologis, memiliki persamaan dengan hewan, antara lain; sama-sama makhluk yang memiliki potensi untuk berkembang, perasa dan bergerak dengan kehendak. Atas persamaan-persamaan yang dimiliki oleh manusia dan binatang tersebut, maka keduanya dikelompokkan dalam golongan binatang. Meskipun keduanya memiliki banyak persamaan secara biologis, namun ada banyak juga perbedaan antara keduanya, baik perbedaan sifat yang dimiliki (sifat umum dan sifat khusus), maupun perbedaan secara substansial. perbedaan substansial (diffenrentia) antara manusia dengan binatang lainnya adalah bahwa manusia memiliki akal atau rasio yang tidak dimiliki oleh binatang lainnya.
Secara sederhana akal adalah merupakan “Alat Berfikir” bagi manusia sehingga disadari atau tidak, akal yang dimiliki oleh manusia tersebut memiliki peran yang sangat besar dalam segala aspek kehidupan manusia mulai dari bagaimana manusia memecahkan masalah kehidupannya, mengelolah lingkungannya sampai pada batas-batas tertentu mengenal Tuhannya. Kalau kita saksikan peradaban dunia saat ini, mulai dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat mengagumkan sampai kepada seni dan gaya hidup, semua itu tidak lain adalah hasil pemikiran dan kreasi manusia, yang tanpa akal adalah mustahil untuk menghasilkan hal semacam itu.
Pernahkah anda bayangkan jika akal yang kita miliki tersebut “dilepaskan” dari diri kita sehingga secara otomatis pembeda atau yang membedakan kita dengan binatang lain pun akan lenyap?. Yang terjadi adalah kita akan seperti binatang lain (meskipun dengan bentuk unik), yang senantiasa menggunakan insting tanpa mengenal norma dan aturan sosial. Tapi, sadarkah anda bahwa faktanya, dalam kehidupan ini ternyata banyak kita jumpai orang-orang yang entah secara sadar atau tidak, malah hendak “merusak” akalnya dengan melakukan perbuatan-perbuatan tertentu yang secara praktis-perbuatan tersebut-dapat melumpuhkan potensi akal mereka. Salah satu contoh yang paling sering kita jumpai dalam kehidupan ini, yang menunjukkan kepada kita bagaimana sekelompok manusia mencoba merusak akal mereka, adalah maraknya penggunaan obat-obatan terlarang dan minuman keras yang dewasa ini sudah mulai menghawatirkan khususnya dikalangan generasi muda negara kita.
Selain perbuatan-perbuatan tersebut di atas yang menunjukkan kepada kita bagaimana upaya manusia secara individu mencoba "merusak" dan "melumpuhkan" akalnya, ternyata juga sangat banyak ideologi dan isme-isme yang berkembang pesat di tengah-tengah masyarakat, mengajarkan kepada pengikutnya untuk memasung dan membelenggu akal. Ideologi seperti ini akan melemahkan manusia bahkan menurut saya ideologi tersebut menentang nilai-nilai kemanusiaan dan kebenaran sehingga dapat menggiring manusia ke jurang kesesatan yang sangat dalam. Yang lebih menghawatirkan lagi, ideologi-ideologi seperti itu dalam perkembangannya, sering dibungkus dengan dalil-dalil agama (kitab suci) sehingga mereka yang telah terjebak dalam doktrin kesakralan agama, tidak akan pernah mau mencoba untuk kritis terhadap persoalan-persoalan agama dan lebih memilih hanyut dalam retorika "anti akal" yang menyesatkan.
salam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar