Jumat, 13 Maret 2009

OBROLAN "WARUNG KOPI" (BAGIAN 1)

Di sebuah warung kopi yang ramai pengunjung, tampak 3 orang pemuda sedang berkumpul, mereka adalah Parman, April dan Agus. Karena asyiknya berdiskusi, mereka seolah tidak perduli dengan lingkungan sekitarnya yang ramai oleh pengunjung lainnya. Mereka sedang memperbincangkan topik yang sepertinya sangat menarik. Mereka sedang berdiskusi tentang Tuhan!

Parman: “benarkah Tuhan itu ada?”

April: “kenapa sih kamu mempertanyakan pertanyaan yang aneh seperti itu?”

Parman: “Aku baru saja selesai membaca sebuah buku yang membuatku menjadi ragu mengenai keberadaan Tuhan!”

Agus: “Hmm……, aku pikir pertanyaan itu sudah tidak layak dipertanyakan di jaman ini, pertanyaan itu kan telah selesai diperdebatkan sejak zaman dulu, saat ini yang layak diperbincangkan adalah masalah tekhnologi, ekonomi global dan isu-isu yang marak di jaman kita”

Parman: “Apa benar permasalahan tentang keberadaan Tuhan telah tuntas dibahas dimasa lalu?, kalaupun permasalahan itu telah tuntas dibahas dimasa lalu, apakah kita-kita ini telah memahami hal tersebut dengan tuntas?”

April: “Tapi pertanyaan itu sepertinya menarik …..!

Agus: “Sudahlah, kita kan memiliki agama yang mengajarkan kita tentang hal-hal seperti itu termasuk tentang keberadaan Tuhan, bahkan semua kitab suci mengajarkan kepada penganutnya tentang keberadaan Tuhan termasuk bagaimana cara menyembah Tuhan, jadi kita tinggal memilih saja mana agama yang akan kita yakini, abis gitu selesai deh masalahanya….!”

Parman: “Tapi, benarkah kita sudah memilih agama….? Maksudku, Apakah agama yang kita yakini saat ini merupakan hasil pilihan kita, ataukah kita hanya menerima begitu saja dan mengikuti keyakinan agama orang tua dan lingkungan kita?”

April: “wah….sepertinya permasalahan ini semakin menarik!”

Agus: “Hmm…. (sambil menoleh ke arah Parman), Aku tidak yakin jika buku yang kamu baca itu benar-benar bisa mempengaruhi keyakinanku!”

April: “Man, bisakah kamu ceritakan kepada kami tentang isi buku itu, atau paling tidak seperti apa sih argumentasi dari penulis buku itu yang menolak ajaran umat beragama tentang keberadaan Tuhan?!”

Parman: “Menurut buku itu, Tuhan hanya merupakan konsep pengetahuan manusia hasil daripada imajinasi dan mitos-mitos buatan manusia di masa lampau dimana pada waktu itu ilmu pengetahuan dan perangkat-perangkatnya masih sangat sederhana dan belum mencapai puncaknya seperti sekarang ini”

April: “bisakah kamu menjelaskan lebih rinci lagi apa maksudnya…?!”

Parman: “Jadi, menurut penulis buku itu, pada jaman dahulu manusia tidak dapat menjawab berbagai macam pertanyaan tentang gejala-gejala alam, seperti penyebab hujan, petir, badai, penyakit, gempa bumi, gerhana dan permasalahan lain yang sangat rumit dipecahkan. ketidakmampuan ini ternyata merupakan kelemahan bagi manusia sehingga memaksa mereka untuk berimajinasi tentang penyebab setiap fenomena tersebut sampai akhirnya sampailah mereka pada kesimpulan bahwa ada sosok dengan kekuatan gaib yang melebihi kekuatan manusia yang mengendalikan kehidupan di dunia, sosok itulah yang kemudian dikenal dengan Tuhan.”

Agus: “Aku tidak melihat hal itu sebagai kelemahan manusia, justru itu malah menguatkan argumentasi bahwa Tuhan itu ada. Bukankah Tuhan memang merupakan pencipta segala sesuatu dan kekuasaan-NYA meliputi segala sesuatu?!”

Parman: “Menurut penulis buku itu justru sebaliknya, menurutnya kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang semakin pesat, menunjukan bahwa telah begitu banyak misteri alam semesta yang berhasil dipecahkan oleh ilmu pengetahuan. Saat ini manusia telah mengetahui penyebab turunya hujan, penyebab petir, gempa bumi, gerhana matahari bahkan dengan ilmu pengetahuannya, manusia mampu untuk meramalkan cuaca, menghitung waktu kapan gerhana matahari terjadi, bahkan manusia telah mampu membuat alat yang dapat memperkirakan kapan terjadinya gempa bumi. Dengan perkembangan ini, Kekuatan Gaib Tuhan perlahan hilang dalam benak manusia, Tuhan secara perlahan telah disingkirkan oleh Ilmu Pengetahuan”

April: “Tapi faktanya manusia tetap saja tidak mampu mengendalikan alam semesta ini dengan kekuatan dan pengetahuan yang milikinya, buktinya saat ini masih banyak terjadi bencana alam yang memusnahkan dan merugikan banyak manusia, bukankah itu masih bisa memberikan tempat bagi kekuatan Tuhan…., maksudku masih dapat membantah argumentasi penulis buku itu?”

Parman: “Mungkin memang masih banyak misteri alam semesta yang belum dapat dipecahkan oleh manusia, tetapi itu tidak membuktikan bahwa Tuhan itu ada, suatu saat nanti dengan semua potensi yang dimilikinya, pengetahuan manusia akan semakin berkembang dan secara perlahan akan menguak seluruh rahasia alam semesta ini”

Agus: “Sungguh manusia yang berfikir demikian itu amat sombong….!”

Parman: “Aku tidak melihat argumentasi itu dari sudut pandang etika atau nilai-nilai dan norma positif yang diakui suatu masyarakat, tetapi yang pasti, argumentasi itu membuatku menjadi ragu tentang keberadaan Tuhan!”

April: “Wah bisa gawat nih…..!”

Agus: “Apakah kamu sudah mencoba untuk mencari literatur lain yang mengajukan argumentasi sebaliknya…. yang membuktikan keberadaan Tuhan?!”

Parman: “Saat ini aku sedang mencari literatur bahkan belakangan ini aku banyak berdiskusi dengan beberapa orang yang memahami ajaran suatu agama, namun aku belum menemukan jawaban yang memuaskan”

April: “Maksudmu, kamu tidak menemukan orang yang bisa memecahkan permasalahan ini?!”

Parman: “Sampai saat ini aku belum menemukan jawaban yang memuaskan”

Agus: “Mungkin permasalahan itu memang tidak ada jawabannya, bukankah hal itu merupakan permasalahan iman atau keyakinan?!”

April: “Yah… sepertinya aku sepakat dengan Agus, memang mungkin sebaiknya kita serahkan saja permasalahan itu kepada hati kita masing-masing, keyakinan adalah jawaban yang paling tepat untuk permasalahan itu”

Parman: “Menurut kalian, apakah itu Yakin?”

April: “Yakin….. artinya percaya kepada sesuatu!”

Agus: “Yakin merupakan permasalahan hati bukan permasalahan akal pikiran, ketika kita meyakini sesuatu, kita tidak boleh mempertanyakannya karena semakin kita mempertanyakan apa yang kita yakini, hal itu sama saja berarti kita tidak meyakininya!”

April: “Hmmmm……sepertinya aku setuju dengan Agus!”

Parman: “Ketika kita meyakini sesuatu dalam pengertian yakin yang sesungguhnya, keyakinan tersebut tentunya terlahir dari sebuah argumentasi atau alasan yang harus bisa kita terima, jika tanpa alasan dan argumentasi, sebenarnya kita tidak dalam keadaan yakin dalam arti sesungguhnya, melainkan itu sama saja dengan menebak atau tunduk pada sesuatu yang sama sekali tidak diketahui benar atau salahnya”

Agus: “Ketika aku yakin tentang keberadaan Tuhan, aku tidak perlu mempertanyakan kebenaran keyakinan tersebut, karena ketika aku mempertanyakannya, sesungguhnya aku dalam keadaan ragu-ragu dimana keraguan adalah lawan daripada yakin!”

Parman: “Kalau menurutku, keyakinan itu merupakan konsekwensi atau akibat dari sebuah jawaban atas pertanyaan dan keraguan, maksudku keyakinan akan hadir dalam hati seseorang setelah orang tersebut telah melalui tahap pembuktian dan telah menjawab semua pertanyaan menyangkut keyakianannya sehingga keraguan benar-benar lenyap tergantikan oleh keyakinan”

Agus: “Itu kan menurutmu!”

Parman: “Baiklah, sekarang jawab pertanyaanku, apakah kamu yakin bahwa penemu benua Amerika adalah seseorang yang bernama Christopher Colombus?”

Agus: “Tentu saja aku yakin, bahkan bukan cuma aku, melainkan semua orang yang pernah membaca dan mendengar cerita sejarah, pasti mengetahui dan meyakini hal itu!”

Parman: “Kenapa kamu bisa yakin tentang hal itu…?”

Agus: “Yah….., tentu saja aku yakin, para ahli sejarah telah mengemukakan hal itu dan telah dibuktikan dengan tulisan-tulisan beliau sendiri serta banyak saksi yang membenarkan hal itu!”

Parman: “Bagaimana jika tidak ada bukti tentang kebenaran hal itu… apakah kamu masih bisa yakin?”

Agus: “Yah……emm….tentu saja aku tidak yakin jika tidak disertai bukti yang meyakinkan….!”

Parman: “Berarti kamu sebenarnya sepakat dengan aku, bahwa tidak mungkin seseorang meyakini sesuatu dengan makna yakin yang sesungguhnya, jika sesuatu itu tidak memiliki bukti-bukti yang dapat membenarkannya minimal adanya saksi yang kesaksiannya bisa diterima oleh kita?!”

April: “Benar juga yah…?!”

Parman: “Sekarang, apakah keyakinan kalian tentang Tuhan telah disertai bukti-bukti yang cukup bisa membuat kalian yakin?”

Agus: “Baiklah, anggaplah itu benar, tetapi mengenai Tuhan, di dalam kitab suci sangat tegas dijelaskan bahwa Tuhan adalah pencipta alam semesta beserta segala isinya dan hanya Dia Penguasa jagad raya ini, bukankah kitab suci merupakan bukti yang autentik?”

Parman: “Apakah kitab suci itu ditulis oleh Tuhan sendiri sebagaimana misalnya Christopher Columbus menuliskan dengan tangannya sendiri tentang perjalanannya menjelajah dunia?, atau apakah selama ini ada orang-orang yang dipercayai pernah bertemu dan melihat Tuhan sehingga dapat dijadikan saksi mengenai keberadaan Tuhan?”.

April: “Wah, kalau saksi sih sepertinya sulit diterima…!”

Agus: “Tuhan memang tidak menuliskan kitab suci, tetapi kitab suci tersebut merupakan perkataan Tuhan yang disampaikan kepada utusan-NYA dan kemudian perkataan tersebut dikumpulkan dalam bentuk tulisan yang kemudian dikenal dengan kitab suci!”

Parman: “Apakah kamu punya bukti bahwa apa yang telah ditulis tersebut adalah merupakan benar-benar perkataan Tuhan yang disampaikan kepada nabi-NYA? Atau, apakah kamu yakin bahwa orang yang mengaku nabi tersebut memang benar-benar menerima wahyu dari Tuhan?!

April: “Tapi nabi kan adalah orang-orang pilihan dengan kepribadian yang melebihi orang biasa sebagaimana dijelaskan dalam buku-buku sejarah agama!”

Parman: “Sampai dengan saat ini berapa banyak orang yang mengaku telah menerima wahyu dari Tuhan dan mengklaim dirinya sebagai utusan Tuhan? Apakah mereka ada bedanya?”

April: “Tentu saja berbeda, diantara mereka ada nabi yang palsu, yang menyampaikan kebohongan untuk menyesatkan umat manusia!”

Parman: “Bagaimana kamu bisa yakin bahwa nabi yang selama ini kamu percaya sebagai utusan Tuhan, adalah nabi yang asli sebagaimana yang kamu sampaikan tadi? Apakah ada saksi yang benar-benar menyaksikan bahwa Tuhan pernah mengangkat orang itu sebagai utusan-NYA?”

April: “Sumpah, aku tidak pernah berfikir tentang hal seperti ini sebelumnya, padahal hal ini merupakan hal yang paling mendasar dalam sebuah konsep keyakinan!”

Parman: “Bukan cuma kamu April, tetapi banyak orang yang tidak mau untuk berfikir seperti ini, mungkin karena menurut mereka hal seperti ini tidak penting dan tidak perlu dipikirkan atau bisa juga karena mereka telah terlanjur menerima doktrin suatu agama sejak kecil sehingga mereka menutup diri dari informasi dan argumentasi lain yang bertentangan dengan doktrin agamanya tersebut”

April: “Sepertinya aku termasuk orang yang kedua, sejak kecil aku telah diajarkan konsep sebuah agama sehingga untuk mempelajari ajaran agama lain apalagi pemikiran yang menolak agama, sama sekali tidak pernah terfikirkan olehku”

Agus: “Aku mulai tertarik dengan pemikiranmu Parman, tapi sebaiknya kita harus bertanya kepada orang-orang yang benar-benar memahami hal ini sambil mencari literatur-literatur yang ada, yang mungkin bisa menjawab permasalahan ini”

April: “Sepertinya aku tahu orang yang mungkin bisa menjadi tempat bertanya, ia seorang pandai agama dan sering mengajarkan ilmu-ilmu agama, orang itu kebetulan tinggal tidak jauh dari rumahku, bagaimana menurut kalian?”

Agus: “Untuk tahap awal, aku pikir aku setuju saja, hmm…. asalkan orang itu memang benar-benar bisa menjawab sesuai dengan yang kita harapkan”

April: “Aku pikir orang itu orang yang tepat, tetapi ada baiknya jika kita baca dulu buku yang Parman sampaikan tadi sehingga kita bisa berdiskusi dengan lebih enak!”

Parman: “Boleh, kalian baca saja buku itu jika mau, tapi aku tidak ikut bertanggungjawab loh jika kalian ikut-ikutan menjadi atheis!”

Agus: “Enak saja kalau bicara, sekarang saja aku sudah mulai atheis ney…. Ha…ha…ha…!.”

April: “Kalau begitu, dua minggu dari sekarang aku akan mengatur pertemuan dengan guru agama itu, semoga saja dia mau meluangkan waktu untuk berdiskusi dengan kita”

Parman: “Baiklah kalau begitu, sekarang sudah waktunya makan siang, sebaiknya kita makan dulu, setelah itu kita ke rumahku untuk mengambil buku dan terserah kalian siapa yang mau baca lebih dulu”

April: “Oke!”


Begitulah pertemuan tiga orang sahabat yang sedang mencoba untuk mencari kebenaran, mereka akhirnya memutuskan untuk bertanya kepada orang yang lebih mengtahui mengenai permasalahan mereka.
Jika kita memperhatikan argumentasi yang dikemukan oleh Parman, maka kita akan mengingat golongan orang yang dikenal dengan istilah kaum atheis. Mereka adalah sekelompok orang yang menyangkal keberadaan Tuhan. Sebagian besar diantara mereka yang sangat terkenal adalah dari kalangan intelektual baik ilmuwan maupun philosof. Sejak zaman yunani kuno, argumentasi kaum atheis telah mulai dikenal melalui philosof kuno seperti phirho dan lain-lain. Sebagian diantara mereka mengemukan argumentasi dengan landasan filsafat sehingga argumentasi mereka hanya dikenal di kalangan kaum philosof dan ilmuwan.
Seiring perkembangan zaman dan pengetahuan manusia, argumentasi mereka juga mengalami perkembangan yang semula hanya bersandar pada murni argumentasi filsafat, kini argumentasi mereka lebih berkembang lagi dengan landasan ilmu pengetahuan yang bersifat ilmiah. Kaum atheis modern pun kemudian terlahir dari lingkungan intelektual sehingga argumentasi mereka selain memiliki landasan filsafat dan ilmiah, juga didukung oleh kalangan intektual yang memiliki nama besar diantaranya Stephen Hawkins, Karl Marx, dll.
Sebenarnya, pertanyaan Parman bukan merupakan pertanyaan yang asing dan tidak lazim dalam lingkungan masyarakat awam yang nota bene diluar dari kalangan intelektual. Pertanyaan itu sebenarnya terkadang hadir dalam diri seseorang namun tidak pernah mendapat perhatian dari orang tersebut, selain karena pertanyaan seperti itu dianggap tabu oleh sebagian golongan masyarakat karena dapat merusak nilai-nilai kesakralan agama, argumentasi seperti itu juga sering mendapat kutukan yang berlebihan dari sekelompok masyarakat tertentu dan kalaupun menjadi perbincangan di masyarakat awam, akan selalu berujung pada debat kusir yang tidak ada solusinya.
Pertanyaan itu mungkin dianggap sebagai pertanyaan yang tidak perlu dan tidak membutuhkan jawaban karena merupakan permasalahan keyakinan sebagaimana yang dikemukan oleh Agus pada diskusi di atas. Agus pada cerita di atas, mewakili sebagian besar kalangan masyarakat modern sementara April mewakili golongan masyarakat awan yang sebenarnya peduli dengan permalasalahan seperti itu, namun kepeduliannya disingkirkan oleh rutinitas dan lingkungannya sehari-sehari yang lebih disibukkan oleh aktivitas masyarakat pada umumnya. Adapun Parman, adalah seorang yang sedang dalam pencarian kebenaran setelah keyakinannya diuji oleh argumentasi yang bertentangan dengan apa yang diyakininya dan sangat sulit untuk dibantah.
Argumentasi kaum atheis yang coba dikemukan oleh Parman pada diskusi di atas, merupakan satu diantara argumentasi yang dijadikan landasan oleh kaum atheis dalam hal menyangkal keberadaan Tuhan. Ada sangat banyak argumentasi yang dikemukakan oleh mereka (kaum atheis) yang sangat sulit terbantahkan khususnya oleh mereka yang tidak mengenal ilmu filsafat. Adapun sanggahan dari kalangan penganut agama terhadap kaum atheis, juga sangat beragam ada yang melalui pendekatan retorika, debat maupun melaui argumentasi dengan juga berlandaskan nalar dan logika (filsafat).
Selain daripada metode yang digunakan oleh kalangan agamawan untuk menyanggah kaum atheis yakni dengan metode retorika, debat ataupun argumentasi silogisme, ada juga sebagian diantara kaum agamawan yang menyandarkan argumentasinya pada kitab suci yang diyakininya. Kalangan ini lebih cenderung memiliki sifat fanatisme kepada apa yang diyakininya, bahkan sebagian besar diantara mereka akan menolak argumentasi akal dan lebih memilih menggunakan ayat-ayat dalam kitab suci secara skriptual sekalipun ayat tersebut bertentangan dengan akal sehat. Argumentasi yang dipaparkan oleh kalangan ini bukan tidak memiliki landasan yang kuat, namun sangat sulit diterima karena argumentasi yang mereka ajukan masih mengandung nilai subjektifitas dari suatu agama. Bagaimana mungkin menggunakan firman Tuhan (kitab suci) sebagai bukti keberadaanNYA sementara Tuhan (sebagai subjek yang berfirman) diragukan keberadaanNYA?!

Kita akan kembali mengikuti kisah 3 orang sahabat tersebut pada kesempatan lain, namun sebelum saya akhiri tulisan ini, saya ingin menyampaikan permohonan maaf, jika nama yang saya gunakan pada cerita di atas, ternyata secara “kebetulan” memiliki kesamaan dengan nama salah satu dari anda.

Selanjutnya, saya tutup posting ini dengan ungkapan “BERSAMBUNG…….”

Salam.

1 komentar: