Jumat, 10 April 2009

KERANGKA BERFIKIR BENAR

PENGERTIAN BERFIKIR
Berfikir adalah kegiatan akal untuk memahami realitas. Kegiatan berfikir merupakan sebuah aktifitas akal dalam mengumpulkan informasi yang dimiliki untuk memecahkan sebuah permasalahan atau menjawab sebuah pertanyaan. Untuk memecahkan permasalahan atau menjawab sebuah pertanyaan, seseorang akan mengelola informasi atau beberapa pengetahuan yang telah dimilikinya yang berhubungan dengan permasalahannya sehingga terjalin sebuah kesimpulan baru (baca: pengetahuan baru).
Ketika seseorang berfikir, yang terjadi adalah orang tersebut akan mencari informasi dari pengetahuan-pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya untuk kemudian diolah sehingga terjalin sebuah kesimpulan. Misalnya, ketika anda berfikir tentang bagaimana mengukur waktu yang ditempuh oleh sebuah kendaraan menuju tujuannya sejauh 200 km ketika kendaraan tersebut bergerak dari titik awal dengan kecepatan 100 km/jam, yang anda lakukan adalah mencari informasi mengenai hubungan antara jarak, kecepatan dan waktu serta pengetahuan pendukung lainnya sehingga anda dapat menjawab pertanyaan tersebut.
Pengetahuan yang kita miliki, merupakan kumpulan informasi yang sebagian besar dalam bentuk proposisi-proposisi. Dalam melakukan aktivitas berfikir, sebagaimana dipaparkan di atas, kita akan selalu melakukan perbandingan, menganalisis dan menghubungkan proposisi yang satu dengan proposisi lainnya dimana dalam prakteknya, kita sering terjebak dalam kekeliruan-keliruan berfikir yang berdampak pada kekeliruan kesimpulan yang diambil.
Untuk menjaga dan menghindari atau paling tidak mengurangi kemungkinan kekeliruan dalam berfikir, diperlukan sebuah “neraca” berfikir yang dalam bahasan ilmu logika dikenal dengan Asas-Asas Pemikiran. Sebelum mengenal asas-asas pemikiran tersebut, perlu adanya jika kita memiliki definisi dulu tentang apa itu BENAR, sehingga dengan mengetahui definisi benar, maka kita dapat mengambil beberapa kesimpulan tentang ukuran kebenaran dalam sebuah kesimpulan.

PENGERTIAN BENAR
Benar adalah persesuaian antara pikiran atau pemahaman (pengetahuan) dengan kenyataan. Ketika saya memahami bahwa bumi itu berbentuk bujur sangkar, maka jelaslah bahwa pemahaman saya tersebut salah karena tidak sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya. Begitupula pemahaman saya bahwa matahari lebih besar daripada bumi, akan bernilai benar karena pemahaman tersebut sesuai dengan kenyataan. Dengan demikian maka ukuran pertama BENAR, adalah “persesuaian antara pemikiran/ide dengan kenyataan”.
Selain persesuaian antara pemahaman dengan kenyataan, ukuran Benar yang kedua adalah tidak adanya Pertentangan dalam dirinya. Suatu pernyataan atau proposisi dikatakan Benar, ketika pernyataan atau proposisi tersebut tidak mengandung pertentangan didalamnya. Pernyataan bahwa “Ia adalah orang yang rajin tapi malas”; “Fulan adalah orang tuli yang bisa mendengar”, tidak memiliki arti apa-apa apalagi bernilai Benar.
Pertentangan dalam pernyataan atau pahaman, sebagaimana dimaksud di atas, tidak saja dapat terjadi dalam pernyataan-pernyataan pendek dan sederhana, namun juga dapat terjadi dalam uraian yang panjang seperti cerita sejarah, tulisan-tulisan, konsep keilmuan dan lain sebagainya, sehingga suatu pernyataan dikatakan Benar, bukan saja ketika pernyataan tersebut tidak mengandung pertentangan di dalamnya secara preposisi/premis, tetapi juga pernyataan tersebut tidak bertentangan dengan kebenaran lainnya.
Pertentangan dalam pemikiran juga terdapat dalam pernyataan-pernyataan yang tidak dapat dimengerti maksudnya, seperti : “Tuhan mampu menciptakan batu yang Dia sendiri tidak bisa menghancurkannya”; “adanya sebuah segi tiga yang berbentuk lingkaran” ; “terdapat sebuah tongkat yang berujung satu” dan pernyataan lain yang serupa.
ASAS-ASAS PEMIKIRAN
Asas Pemikiran dapat diartikan sebagai sebuah konsep yang melandasi dan mendasari pemikiran, dimana asas ini menjadi pangkal bagi lahirnya pengetahuan pada setiap orang, sekaligus menjadi salah satu ukuran benarnya suatu pemikiran. Dengan kata lain, benarnya suatu pemikiran sangat tergantung pada terlaksananya asas-asas pemikiran tersebut. Adapun Asas-asas pemikiran yang dimaksud dapat diuraikan sebagai berikut:
  1. Asas Identitas (principium identitatis)
    Asas Identitas merupakan dasar bagi setiap pemikiran bahkan merupakan dasar bagi asas pemikiran yang lain. Tanpa adanya asas ini, maka kita tidak akan mungkin dapat berfikir. Prinsip ini menyatakan bahwa “Sesuatu adalah dirinya sendiri, bukan selainnya”. A adalah dirinya sendiri, bukan B atau yang lainnya, begitu pula si Salman adalah dirinya sendiri bukan si Jamal. Jika asas ini kita simpulkan dalam sebuah perumusan, maka proposisinya adalah “Bila sesuatu itu benar, maka sesuatu itu pasti benar”
  2. Asas Kontradiksi (principium contradictoris)
    Asas Kontradiksi menyatakan bahwa “pengingkaran sesuatu tidak mungkin sama dengan pengakuannya”. Jika sesuatu adalah bukan A, maka tidak mungkin pada saat yang sama ia adalah A, sebab sesuatu itu adalah dirinya sendiri, bukan selainnya sebagaimana ditegaskan dalam asas identitas. Jika asas ini kita simpulkan dalam sebuah perumusan, maka proposisinya adalah “dua hal yang bertentangan, mustahil kedua-duanya benar pada saat yang bersamaan”.
  3. Asas Penolakan kemungkinan ketiga (principium exclusi tertii)
    Asas ini menegaskan bahwa kebenaran pada dua hal yang bertentangan terletak pada salah satunya atau dengan kata lain, kebenaran antara pengakuan dan pengingkaran, terletak pada salah satunya. Pertentangan yang dimaksud pada asas ini bersifat postif-negatif atau pertentangan mutlak, sehingga bukan saja tidak mungkin-pertentangan tersebut-benar keduanya sekaligus, tetapi juga tidak mungkin keduanya salah sekaligus. jika pernyataan pengakuan terhadap sesuatu benar, maka pernyataan ingkarnya (negatifnya) secara otomatis bernilai salah, begitupula sebaliknya, jika pernyataan ingkarnya yang benar maka pernyataan pengakuannya pasti bernilai salah (tidak dikenal kemungkinan ketiga). Asas ini jika disimpulkan dalam sebuah perumusan maka proposisinya adalah “suatu proposisi selalu dalam keadaan banar atau salah”.

Ketiga asas pemikiran tersebut di atas, baik disadari atau tidak telah tertanam dalam diri semua orang yang berakal sehat tanpa harus melalui proses belajar secara formal. Secara alamiah, asas-asas tersebut lahir dalam diri setiap seorang sejak ia mulai menggunakan akalnya untuk berfikir. Meskipun demikian, ternyata dalam berfikir, seseorang bisa saja terjebak dalam kekeliruan-kekeliruan berfikir yang jika dicermati, sebenarnya melanggar asas-asas pemikiran tersebut. biasanya, keterjebakan dalam kekeliruan berfikir seperti ini, terjadi dalam pemikiran-pemikiran yang kompleks dengan ruang lingkup pemikiran yang luas, dimana kecermatan dan ketelitian serta daya nalar sang pemikir, menjadi lengah oleh berbagai kerumitan objek yang sedang dipikirkannya. Untuk itu, pengetahuan dan kesadaran tentang asas-asas pemikiran ini serta konsep-konsep berfikir lain yang merupakan-semacam-alat bantu dalam memperoleh hasil pemikiran (baca: kesimpulan) yang benar, sangat diperlukan untuk menjaga dan menghindari berbagai bentuk kesalahan berfikir yang menyesatkan.

METODE BERFIKIR

A. Metode Induksi

Metode Induksi adalah metode berfikir untuk menarik sebuah kesimpulan umum dari hal-hal yang bersifat khusus/indiviual. Proses penarikan kesimpulan dengan metode induksi dimulai dari pengamatan kita tentang peristiwa-peristiwa khusus dimana informasi dan data dari pengamatan tersebut kemudian diolah oleh akal sehingga lahirlah sebuah kesimpulan umum. Penalaran dengan metode ini dapat dicontohkan pada kasus berikut ini:

Besi jika dipanaskan akan memuai
Timah jika dipanaskan akan memuai
Platina jika dipanaskan akan memuai
Emas jika dipanaskan akan memuai
Kesimpulan: Semua Logam jika dipanaskan akan memuai.

Pada contoh di atas, dapat kita lihat bahwa melalui hasil pengamatan terhadap objek-objek tertentu secara individual, akal dapat menarik sebuah kesimpulan umum dimana kesimpulan umum tersebut meliputi tidak saja setiap individu objek yang diamati tadi, melainkan semua objek yang sejenis dengan objek yang diamati secara umum. Dengan metode ini, kita tidak perlu melakukan pengamatan dan penelitian terhadap seluruh logam yang ada di dunia ini untuk menarik sebuah kesimpulan atau hukum yang bersifat umum mengenai semua logam yang dipanaskan, tetapi cukup sebagiannya saja.
Mengingat bahwa penarikan kesimpulan umum dengan metode ini adalah melalui hal-hal yang bersifat khusus dan individual, maka benarnya hasil kesimpulan umum yang diambil, sangat tergantung oleh nilai hasil verifikasi terhadap objek-objek khusus dan individual yang menjadi dasar penarikan kesimpulan umum tersebut. Adapun kesimpulan yang diperoleh melalui metode induksi, memungkinkan untuk menjadi dasar terhadap penarikan kesimpulan berikutnya, baik dengan metode induksi terhadap objek yang lebih luas, maupun dengan metode deduksi.


B. Metode Deduksi

Metode Deduksi adalah metode berfikir untuk menarik kesimpulan khsusus/individual dari hal-hal yang bersifat umum. Metode ini adalah kebalikan daripada metode induksi, dimana pada metode ini kita dapat menarik kesimpulan yang bersifat individual melalui kesimpulan umum dengan sistematika penalaran sebagaimana contoh berikut:

Semua manusia pasti akan mati
Fulan seorang manusia
Kesimpulan: Fulan pasti akan mati

Pada contoh di atas, dengan mengetahui dan memahami bahwa “semua manusia pasti akan mati” dan “si Fulan adalah manusia”, maka kita dapat segera mengetahui secara pasti bahwa si Fulan pasti akan mati tanpa harus menunggu dan menyaksikan kematian si Fulan.
Metode Deduksi mengandung asumsi bahwa akal manusia memiliki kemampuan untuk mengetahui aksioma-aksioma secara niscaya dan bersifat apriori (tanpa melalui pengalaman) dimana hukum-hukum alam merupakan derivasi dari aksioma-aksioma yang niscaya tersebut.

Memperhatikan kedua metode berfikir di atas, dapat kita lihat bahwa antara metode deduksi dan induksi memiliki hubungan yang sangat erat dimana kesimpulan umum yang diperoleh melalui metode induksi, selanjutnya dapat dijadikan sebagai dasar bagi penarikan kesimpulan khusus melalui metode deduksi. Perlu menjadi perhatian bahwa kedua metode tersebut dapat memberikan kepada kita kesimpulan-kesimpulan yang bernilai benar selama dalam prakteknya penggunaan kedua metode tersebut dilakukan dengan teliti, cermat dan kritis. Artinya, secara formal dan metodologis, kedua metode berfikir tersebut dapat mengantarkan kita pada sebuah kesimpulan yang dapat dijamin kebenarannya, namun secara informal, ketelitian dan kecermatan terhadap nilai kesimpulan-kesimpulan yang menjadi dasar penarikan kesimpulan berikutnya, ikut menentukan benarnya hasil pemikiran kita.

Assalam.

1 komentar:

  1. ketika memebicarakan kebenarana adalah suatu hal yang harus kamu permasalahkan maka kebenaran yang ada pada dirimu tidak akan mampu untuk kamu ungkap, karena kebenaran yang ada selalu disanggah oleh kesalahan-kesalahan yang kamu anggap benar....

    kebenaran adalah sesuatu yang kita yakini akan memberikan dampak atau hal yang positif dan akan selalu membahagiakan kita sebagai orang yang bisa memilah mana yang benar dan mana yang salah.....

    yang menjadi permasalahan apakah kamu tahu apa yang kamu lakukan dan yang kamu pikirkan adalah benar...karena saya pikir kebenaran yang kamu dapatkan adalah kebenaran yang nisbi....

    BalasHapus